
Kita harus siap menerima kenyataan
bahwa sebagai manusia, orang lain bisa berbuat baik ataupun buruk terhadap
kita. Dalam keadaan seperti ini, kita tidak perlu khawatir karena Allah Swt
memberikan formula kemuliaan. Yaitu firman-Nya,
“Dan tidaklah sama kebaikan dan
kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik. Maka
tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan, seolah-olah telah
menjadi teman yang sangat setia.”
(QS. Fushilat [41]: 34).
Dendam itu buah dari hati yang
merasa terluka atau merasa haknya dilanggar. Makin kuat dendam seseorang, akan
semakin besar kemungkinan ia untuk marah, dengki, dan tidak suka melihat orang
lain mendapatkan nikmat. Malah, ada perasaan senang manakala orang lain
sengsara atau celaka. Makin besar dendam, maka seseorang akan selalu upaya
mencari cara untuk mencemarkan bahkan mencelakakan orang lain yang membuatnya
kecewa. Na’udzubillahi mindzalik.
Nabi Muhammad Saw bersih dari
dendam. Betapapun beliau dihina, dicaci, bahkan diintimidasi secara fisik,
beliau justru memaafkan semuanya. Sifat pemaaf beliau sangat tinggi dan agung.
Tidak sedikit orang yang menyakiti beliau, namun beliau sikapi dengan keluhuran
akhlak hingga akhirnya orang-orang itu mendapatkan hidayah.
Dendam selain akan menghancurkan
kebahagiaan kita, juga akan menghancurkan pikiran dan akhlak kita. Dendam juga
bisa menghancurkan dunia dan akhirat kita. Maka, balaslah keburukan orang lain
itu dengan kebaikan. Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk bersikap baik
kepada kita. Tapi, kita bisa memaksa diri kita untuk bersikap baik pada orang
lain. Bagaimana tekniknya? Allah Swt berfirman,
“Orang-orang beriman itu
sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara
kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan
kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.
Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi
yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan
jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan
adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat,
maka mereka itulah orang-orang yang dhalim.” (QS. Al Hujurât [49]: 10-11).
Kunci pertama adalah
latihan. Tetangga adalah saudara seiman. Keponakan adalah saudara seiman. Makin
tebal rasa persaudaraan kita, akan semakin ringan hidup ini.
Sayangnya, sedikit saja kita
tersinggung, dengan mudahnya kita bermusuhan. Akhirnya, tidak sedikit yang
menjadi musuh kita. Anak menjadi musuh, mertua pun jadi musuh, tak ketinggalan
tetangga, teman sekantor, hingga rekan bisnis. Jika demikian yang terjadi, maka
kapankah kita akan merasa bahagia, karena hampir di setiap tempat kita memiliki
musuh.
Daripada kita dongkol karena
bermusuhan, lebih baik kita berdamai dan menjalin persaudaraan sehingga
kebahagiaan bisa digapai. Banyak keuntungan dari jalinan persaudaraan.
Persaudaraan ini bukan hanya berdasarkan nasab atau secara biologis saja.
Melainkan persaudaraan yang melintasi batas-batas bangsa dan negara. Sehingga
dengan begitu, di kala kita dirundung kemalangan, masih banyak saudara kita
yang akan membantu kita. Demikian juga sebaliknya, ketika saudara kita
membutuhkan pertolongan, janganlah ragu untuk membantunya
.
Kunci kedua, jangan
biarkan pikiran kita sibuk mempermasalahkan masalah. Gunakanlah pikiran kita
untuk menyelesaikan masalah. Saat anak kita menangis, tidak perlu kita memukul
atau memarahinya karena itu tidak akan membuat tangisannya berhenti, malah
justru akan semakin keras. Jika kita memiliki dendam, jangan terus menggeluti
perasaan itu, namun datangilah dan selesaikanlah dengan baik permasalahan yang
telah terjadi
.
Kunci Ketiga, adanya
semangat demi kemaslahatan bersama. Jangan sampai kita mendapat kemenangan
sendiri sedangkan orang lain menelan kekalahan. Jika kita mendapat kemenangan
atau keuntungan, sepatutnya kita berbagi dengan orang lain. Tidak pantas kita
bersenang-senang sendiri di atas penderitaan orang lain. Makin banyak orang
yang merasa tersakiti, maka akan semakin besar juga kemungkinan orang lain
menyakiti kita.
Bila kita pernah tersakiti,
kemungkinan besar kita akan merasa dendam. Tapi, kita bisa belajar untuk
menghilangkan sifat seperti demikian. Seperti halnya seorang karateka yang
belajar menghancurkan batu bata yang keras. Pertama kali memukulnya, batu bata
tersebut tidak akan langsung hancur. Tapi dia tidak patah semangat, diulanginya
lagi usahanya secara terus-menerus. Akhirnya pada pukulan kesekian dan pada
hari yang kesekian pula, batu bata itu berhasil ia hancurkan. Tangannya akan
mengalami lecet-lecet atau bengkak, namun itu adalah langkah awal dari
keterampilannya menghancurkan batu bata dengan tangan kosong.
Begitu pula hati kita. Jika hati
dibiarkan sensitif dan mudah sekali terjangkit penyakit, maka hati kita akan
mudah terluka. Tapi, kalau hati kita dilatih, maka hati kita akan semakin
mantap dan selalu siap menghadapi segala kemungkinan rasa kecewa.
Jika kita disakiti seseorang, maka
janganlah lihat orang itu sebagai pihak yang menyakiti kita. Tapi lihatlah dia
sebagai sarana ujian dan ladang amal dari Allah Swt. Kalau kita melihatnya
sebagai pihak yang menyakiti kita, maka tentu saja kita akan sakit hati dan
dendam.
Sungguh kita tidak akan rugi
diperlakukan apa saja oleh orang lain kalau kita bisa menyikapi perlakukan itu
dengan benar. Penyikapan yang benar itu adalah sebagai berikut
Pertama, evaluasi diri. Siapa tahu tanpa kita sadari, kita sudah
mengundang kebencian orang lain.
Kedua, perbaiki diri. Jawaban
kita atas segala perlakuan yang kita dapatkan adalah akhlak yang baik. Kita
dicemooh, dihina, dan diolok-olok oleh orang lain, maka biarkan saja. Tetaplah
berbuat kebaikan. Pada akhirnya, orang akan melihat siapa yang difitnah dan
siapa yang memfitnah.
Kalau kita menjadi lebih baik, Allah
Swt akan memuliakan kita. Kalau Allah memuliakan kita, maka kita tidak akan
menjadi hina karena hinaan orang lain. Balas keburukan orang lain dengan sikap
terbaik. Ada orang pelit di sekitar kita, maka alangkah baiknya jika kita
mengiriminya makanan atau buah-buahan. Jika ada orang berbicara jelek, maka
kita bicara tentang segala sesuatu yang baik dan dengan cara yang baik serta
benar.